BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Krisis
moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi dan akhirnya diikuti pula dengan
krisis politik dan sosial, bahkan krisis kepemimpinan telah benar-benar melanda
indonesia sejak tahun 1997-2001. Pemerintahan Habibie yang menggantikan
pemerintahan Soeharto juga tidak berhasil meredam semua krisis diatas. Apa yang
dilakukanya adalah hanya tambal sulam tidak ada konsep yang mendasar dan
menyeluruh.
Bahwa
salah satu penyebab krisis adalah globalisasi pasar uang tanpa pandang bulu.
Oleh karena itu disarankan Perlunya kontrol atas arus keluar masukmodal yang
telah menyebabkan stabilitas perekonomian negara sedang berkembang
terguncang-guncang. Investasi asing yang baik
memang diperlukan , tetapi pertumbuhan haruslah dibiayai terutama dari
tabungan dan investasi dalam negeri. Ini berati menumbuhkan sistem pajak
progresif yang baik. Salah satu penyebab ketergantungan akan modal asing untuk
pembangunan adalah bahwa kaum elite indonesia termasuk di Asia Tenggara tidak
mau dipajaki, hingga muncullah persoalan modal yang diperlukan untuk investasi.
Yang berlaku di Asia tenggara adalah sistem pajak regresif, sehingga sistem
pajak tak langsung telah menggerogoti penghasilan kaum berpenghasilan rendah
sebagai sumber pendapatan pemerintah utama untuk membiayai pembangunan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan?
2. Bagaimana
Dampak Kenaikan Harga BBM 2001?
3. Bagaimana
Pendekatan Kebutuhan Dasar?
4. Bagaimana
Otonomi Daerah?
5. Bagaimana
Ekonomi Kerakyatan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
Mengetahui Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan.
2. Untuk
Mengetahui Dampak Kenaikan Harga BBM 2001.
3. Untuk
Mengetahui Pendekatan Kebutuhan Dasar.
4. Untuk
Mengetahui Otonomi Daerah .
5. Untuk
Mengetahui Ekonomi Kerakyatan.
BAB II
PENGHAPUSAN
KEMISKINAN DAN EKONOMI KERAKYATAN
DALAM
OTOMI DAERAH
A.
Kebijakan
Ekonomi dan Pembangunan
Kemiskinan
belum pernah lepas seluruhnya dari bumi Indonesia, karena kemiskinan dapat
dinyatakan secara absolut maupun relatif. Secara relatif mudah dimengerti karena dalam suatu
masyarakat selalu ada kelompok yang kaya dan kelompok yang miskin. Secara
absolut tidak ada keharusan bahwa dalam suatu masyarakat ada kelompok
masyarakat yang dinyatakan miskin. Memang kedua masalah kemiskinan tersebut
semua adalah penting. Sedapat mungkin tidak ada kemiskinan relatif , sehingga
dalam suatu masyarakat terdapat apa yang disebut sebagai keadilan atau pemerataan. Kemiskinan absolut sebaiknya terlebih
dahulu diperangi atau dihapuskan karena hal ini mencakup kehidupan dasar yang
layak. Paling tidak manusia harus hidup pas-pasan; tetapi dalam kenyataanya
banyak anggota masyarakat yang hidup tetapi dibawah pas-pasan (subsistence) yang dalam hal ini kita
sebut sebagai garis kemiskinan yang sangat rawan terhadap kemampuan untuk hidup
adalah kemiskinan absolut dan ini mau tidak mau harus ditanggulangi. Benar juga
bahwa kemiskinan relatif tidak berarti tidak penting. Kemiskinan relatif
mencerminkan adanya kesenjangan pendapatan dalam masyarakat; yang pada
giliranya akan menimbulkan kerawanan sosial seperi yang baru saja kita alami
dan sangat mencuat pada permukaan sejak
awal Mei 1998.
Namun
demikian harus diakui bahwa sejak Pelita I, Pembangunan Jangka Panjang yang
pertama, tampak bahwa kemiskinan absolut bangsa Indonesia memang sudah mulai
menurun, tetapi dengan porak porandanya perekonomian Indonesia yang terasa
sejak Juli 1997 banyak anggota masyarakat yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK), ditambah lagi dengan adanya kerusuhan
sejak 14 Mei 1998 yang lalu bamyak bidang usaha yang rusak dan sulit
untuk bangkit kembali. Kebijakan pemerintah yang ada sejak Kabinet Reformasi
Pembangunan tidak mencerminkan adanya kamauan untuk mendorong kegiatan usaha
yang menguntungkan secara makro maupun secara mikro.
Pembangunan
adalah proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang
orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomis.[1]
Kebijakan
tinggkat bunga yang tinggi sebagai
instrumen kebijakan uang ketat baik ditujukan untuk menahan inflasi maupun
untuk menahan kurs valuta asing agar tidak naik terus tampak tidak berhasil.
Kurs rupiah terhadap dolar masih tidak menentu dan berkisar pada tingkat yang
tinggi (antara Rp 14.000;-sampai Rp 16.000;/per dolar AS) dan tingkat harga
umum juga meningkat terus yang sulit untuk didatakan tetapi fakta menunjukan
harga-harga untuk semua barang selalu meningkat.
Kebijakan
tingkat suku bunga tinggi adalah sejalan dengan saran dan kehendak IMF yang
berjanji hendak mengucurkan uang bantuan sebesar $ 3 milyar dolar AS dan yang
segera akn dikucurkan sebagian dari padanya sebesar 1 milyar dolar AS. Dengan
tingkat bunga tinggi, IMF dan pemerintah skarang berharap akan mampu meredam
inflasi dan meningkatkan efisiensi, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.
Kegiatan produksi tidak mau berkembang yang berarti jumlah barang dan jasa yang
ada dalam perekonomian akan menjadi langka, pengangguran akan semakin meningkat
karena adanya tambahan anggatan kerja secara alami dan juga krena adanya PHK
yang mencapai jumlah sekitar 1,5 jiwa akibat dari kerusuhan Mei 1998. Pemutusan
hubungan kerja berjalan terus diberbagai sektor industri. Pengangguran secara
keseluruhan telah mencapai angka sekitar 13,5 juta jiwa angkatan kerja pada
menjelang akhir 1998.
Selanjutnya
kebijakan tingkat bunga tinggi dengan spread
bunga yng negatif (deposito bejangk sekitar 55% pertahun; sedangkan bunga
kredit hanya sekitar 35% pertahun) sehingga kalau kebijakan ini diteruskan dalam
jangka satu tahun saja, perekonomian indonesia tidak akan bangkit tetapi justru
akan menuju jurang kehancuran.
Perlu
disadari pula bahwa tingkat inflasi atau kenaikan harga umum itu tidak hanya
disebabkan oleh kekuatan permintaan yang ditimbulkan oleh banyaknya uang yang
beredar, tetapi juga disebabkan oleh sisi penawaran yang mengalami penyusutan
karena produksi barang dan jasa yang merosot serta karena isu keamanan yang
tidak menentu. Dengan merosotnya sisi penawaran barang dan jasa dan tingginya
jumlah uang beredar dalam masyarakat, maka inflasi akan berlangsung terus. Oleh
karena itu sebaiknya Pemerintah atau Bank Indonesia mengambil kebijakan yang
bersegi banyak yang mampu meredam kedua sisi permintaan dan sisi penawaran.
Tetapi saya yakin bahwa apabila sisi penawaran lewat peningkatan produksi dapat
dikembangkan, maka harga-harga cenderung akan tidak naik lagi. Untuk itu perlu
tingkat bunga bank ditekan kembali, sehingga memungkinkan para pengusaha atau
produsen mau berusaha kembali, dan bank-bank tidak akan mengalami kesulitan
dana dikemudian hari.
karena
permintaan terhadap devisa tetap tinggi. Kewajiban pembayaran utang akan tetap
membayangi para debitor, disamping memegang uang dolar AS lebih dirasa aman
oleh pemilik uang dibanding dengan memegang rupiah tunai. Tingkat bunga tinggi
yang dimaksudkan untuk menyerap dana rupiah, justru mendorong para pemegang
uang tunai mendapatkan rejeki nomplok seandainya meraka menyimpan uang dibank
dalam bentuk deposito berjangka. Mengapa demikian?; karena dengan menyimpan
uang di bank dalam waktu satu tahun saja uangnya telah menjadi 1,55 kali lipat
atau misalnya kalu ada nasabah yang menyimpan uang Rp200.000.000,- dalam bentuk
deposito,dalam waktu satu tahun uang tersebut akan menjadi Rp310.000.000,-
suatu penghasilan yang lumayan tinggi.kemudian di praktekan oleh mereka adalah
dengan penghasilan bunga itulah mereka membeli dolar AS lagi,sehingga mereka
akan menjdi kaya lebih cepat dan kurs dolar AS tidak akan turin.Secara
keseluruhan kebijakan pemerintah ini justru menciptakan kesenjangan pendapatan
dalam masyarakat (size distribution yang
memburuk); yaitu yang miskin menjadi semakin miskin dan yang kaya menjadi
semakin kaya.karyawan sosial lah yang menjadi akibatnya.
Kita
lihat sekarang data mengenai penduduk miskin dan kemiskinan yang ada di
indonesia. Batas garis kemiskinan dapat di dekati dengan dua cara yaitu dengan
melihat jumlah kalori yang di lihat konsumsi seseorng atau dengan melihat
penghasilan per kapita masyarakat. Secara absolut dalam arti kalori batas garis
kemiskinan tersebut tetap yaitu setinggi 2.100 kalori peer hari; sedangkan
dengan ukuran tingkat pendapatan angka tersebut harus direvisi terus karena
adanya pengaruh inflasi, yaitu pada tahun 1980 Rp20.614,- di perkotaan dan
Rp13.295,- di pedesaan, kemudian oleh BPS telah direvisi pada tahun 1988
manjadi Rp52.470,- di perkotaan dan Rp41.588,- di pedesaan. selanjutnya jumlah
penduduk miskin yang jumlahnya telah menurun terus sejak pelita I tahun
1967/68, jumlah ini telah meningkat kembali secara drastis pada tahun 1998
yaitu dari 22,5 juta jiwa pada tahun 1996 meningkat tajam menjadi 79,4juta jiwa
pada tahun 1998; suatu peningkatan hampir sebesar 40%. Oleh karena itu
sesungguhnya ekonomi Indonesia sungguh-sungguh sangat payah; karena tingkat
pertumbuhan telah mencapai ngka negatif 14%, pengangguran meningkat tajam
sekitar 15% jumlah angkatan kerja, dan kemiskinan meningkat 40% dan mencapai
angka sekitar 80 juta penduduk.
B. Dampak Kenaikan Harga
BBM 2001
Dalam
kondisi politik nasional yang tidak mantap, Pemerintah Indonesia terpaksa
mengambil keputusan yang berani yaitu menaikan harga BBM dengan rata-rata 30%
dan tarif dasar listrik dengan rata-rata kenaikan 20% pada tanggal 16 Juni
2001. Rendahnya harga BBM ini telah merupakan salah satu sumber defisit APBN
yang sangat dominan; oleh karena itu direncanakan untuk menaikan harga BBM itu
sampai dengan tahun 2004 sampai tidak diperlukan lagi subsidi BBM. Jika harga
BBM tidak dinaikan sebesar 30%, subsidi BBM akan mencapai Rp.66 Trilyun. Ini
adalah selisih biaya untuk menutup perbedaan harga jual dan biaya produksinya.
Sudah diperhitungkan jika pemerintah menaikan harga jual minyak langsung sama
dengan biaya produksinya, maka harga minyak harus dinaikan sekaligus sebesar
40%. Karena BBM merupakan bahan dasar untuk melakukan kegiatan disegala sektor
dan kehidupan, kenaikan harga BBM yang sangt drastis akan menaikan harga barang
dan jasa termasuk harga kebutuhan sehari-hari rakyat banyak; walaupun
kenyataanya biaya bahan bakar minyak hanya mencakup sekitar 6% dari rata-rata
biaya produksi disektor industri pengolahan. Untuk rumah tangga pengeluaran
untuk BBM hanya meliputi sekitar 1,07% untuk kelompok miskin dan 0,15% untuk
kelompok runah tangga tidak miskin, atau seluruhnya sekitar 0,21% dari anggaran
belanja keluarga. Namun untuk pengeluaran transportasi rata-rata rumah tangga
miskin dan tidak miskin mengeluarkan sekitar 2,60% dari seluruh anggaran
belanja keluarga. Oleh karena itu sebenarnya kelompok rumah tangga miskin yang
paling menderita beban kenaikan harga BBM, karena disamping kebutuhan bahan
bakar dan transportasi, kebutuhan-kebutuhan lain pasti naik pula harganya,
sedangkan penghasilan mereka relatif kecil.
Sebenarnya
pemerintah bukan tidak tahu akan dampak itu semua khususnya terhadap kelompok
rakyat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu Pemerintah sudah menyiapkan dana
kompensasi untuk membantu mereka dalam bidang pendidikan, pelayanan kesehatan,
keamanan dan pengentasan kemiskinan termasuk operasi pembagian beras. Dana
kompensasi ini di sisihkan dari hasilpengurangan dana subsidi BBM sebesar Rp
2,3 Trilyun pada tahun 2001. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mekanisme
yang ditempuh agardana kompensasi itu mencapai sasaranya. Pengalaman yang lalu
dengan dana jaring pengaman sosial (JPS) telah banyak terjadi kebocoran;
tentunya untuk dana kompensasi ini dapat diusahakan agar kebocoran itu tidak
terlalu besar atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Kesulitan
lainya ialah seringnya pelaksanaan pembayaran oleh pemerintah pusat terhadap
dana-dana kompensasi ini terlambat, misalnya baru pada 2 bulan terakhir (kasus
kenaikan harga BBM Oktober tahun 2000) sebelum tahun anggaran selesai. Dipihak
lain rakyat yang berkepentingan tidak dapat menunggu, sehingga demi keamanan
dan ketertiban maupun ketentraman, Pemerintah Daerah harus menalanginya
terlebih dahulu. Dampaknya jelas terasakan pada kondisi anggaran pendapatan
dan belanja pemerintah Daerah (APBD).
Demikian
pula dalam kasus kenaikan harga BBM tahun ini, salah satu masalahnya adalah
bahwa ketentuan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak tanah sebagai BBM
yang paling banyak dibutuhkan oleh kelompok berpendapatan terkecil dalam
masyarakat diserahkan kepada masing-masing Gubernur Kepala Daerah Propinsi.
Memang mereka yang lebih memehami situasi didaerahnya. Tetapi kalau tidak ada
peraturan pembatasan mengalirny minyak tanah dari daerah yang satu kedaerah
yang lain, maka akan terjadi realokasi supply minyak tanah kedaerah-daerah yang
memberikan HET tertinggi diluar biaya transport dan biaya distribusi lainya.
Dapat terjadi disuatu daerah kekurangan minyak tanah dan didaerah lain terdapat
kelebihan pasokan minyak tanah.
C. Pendekatan Kebutuhan
Dasar
Bagaimana
menanggulanginya? Inilah pertanyaan penting yang harus segera dijawab. Langkah
pertama adalah kembali pada kebutuhan dasar (basic need appoach) yaitu bahwa pemerintah harus menyediakan
kebutuhan rakyat yang hakiki, yaitu kebutuhan untuk hidup. Untuk bisa hidup
orang harus memiliki penghasilan dan untuk memiliki penghasilan orang harus
memiliki pekerjaan. Jadi mau tidak mau pemerintah harus berusaha keras menciptakan
lapangan kerja yaitu dengan proyek-proyek padat karya baik dikota-kota maupun
dipedesaan. Pemerintah tidak perlu memikirkan teknologi canggih seperti
memproduksi kapal terbang atau kapal perang berteknologi tinggi; karena
kebutuhan yang sangat mendesak adalah kesempatan kerja dan produk-produk untuk
kehidupan dasar. Lahan-lahan tidur didesa maupun dikota-kota harus segera
ditanami dan mendatangkan hasil untuk menunjang kehidupan. Jangan sampai bahan
makan saja harus diimpor dari luar negeri. Hidup tidak hanya dengan beras saja,
tetapi dapat dengan berbagai sumber kalori yang lain seperti ubi kayu, ubi
jalar, jagung, terigu, pisang, tales yang semuanya itu dimungkinkan untuk
dihsilkan dibumi Indonesia yang kaya ini. Bangsa Samoa dan Fiji tidak makan beras,
tetapi mkan taro (tales) dan pisang sebagai makanan pokok namun dapat hidup
sehat. Oleh karena itu tingktkan kembali pembangunan pertanian yang sementara
ini terlantar dan pemerintah terlena dengan pembangunan industri berteknologi
tinggi dikota-kota. Kita harus sanggup untuk kembali kepada pengelolaan
kekayaan alam kita yang berlimpah dengan membangun kembali sektor pertanian
agar benar-benar menjadi sektor pembangunan yang tangguh dalam menghadapi
gejolak ekonomi apapun.
Tampaknya
sektor pertanian mengalami pergeseran pada tahun 1998, yaitu produksi padi
diperkirakan menurun terus sejak tahun 1997, dan pada tahun 1998 diperkirakan
produksi pada mencapai 48.195.224 ton yaitu merosot dengan 2,15%, tetapi disisi
lain produksi jagung pada tahun 1998 diperkirakan mencapai 9.401.964 ton pada
tahun 1998 yaitu meningkat dengan 7,34% pertahun. Selanjutnya produksi kedelai
juga meningkat menjadi 1.468.447 ton pada tahun 1998 yaitu meningkat dengan
8,13% per tahun. Ini sesungguhnya menggambarkan bahwa kita masih mampu
meningkatkan produksi pertanian asalkan didukung oleh kebijakan-kebijakan
pemerintah yang sifatnya positif yaitu kebijakan harga yang menarik bagi
petani, kebijakan subsidi pupuk dan obat-obatan, kebijakan yang mendorong
penelitian yang meningkatkan teknologi pertanian. Philipina, Malaysia,
Thailand, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat mempunyai anggaran yang
besar untuk penelitian dibidang pengembangan produk-produk pertanian ini.
APBN
Indonesia untuk 1998/1999 mengalami revisi berkali-kali, tetapi sejak
Pemerintahan Orde Baru sesungguhnya sudah selalu mengalami defisit. Memang
dikatakan APBN menganut anggaran yang seimbang dan dinamis, tetapi sesungguhnya
keseimbanganya itu bersifat semu karena defisit yang selalu terjadi pada
anggaran pengeluaran ditutup dengan pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri
pemerintah pada tahun 1998 telah mencapai sekitar 60 milyar dolar AS. Defisit
APBN ini terjadi karena merosotnya penerimaan minyak dan juga menurunya
penerimaan pajak. Lebih-lebih pada tahun 1998 dimana diperkirakan pendapatan
nasional merosot 10% jelas tidak akan mampu mendatangkan pendapatan pemerintah
yang berupa penerimaan dari pajak yang memadai jumlahnya. Bersama-sama dengan tingkat
inflasi yang tinggi ada baiknya pemerintah memikirkan strategi yng pernah
ditempuh oleh negara lain, khususnya Amerika Serikat yang menggunakan manajemen
sisi penawaran (supply sides management).
Pada saat pemerintah Amerika Serikat mengalami defisit APBN dan inflasi yang
tinggi, pemerintah AS justru menggenakan pemotongan pajak penghasilan dan pajak
perseroan. Sebagai akibatnya Pemerintah Amerika Serikat mengalami peningkatan
penerimaan pajak yang melonjak tinggi, karena dasar pengenaan pajak (tingkat
pendapatan dan laba perusahaan) menjadi lebih tinggi. Ini semua karena
masyarakat seakan-akan mendapat intensif untuk bekerja lebih giat, menabung
lebih giat dan juga menginvestsi lebih giat. Konsumsi-konsumsi yang tidak
penting ditunda, karena orang bersemangat bekerja keras.
Kiranya
“supply sider management” itu dapat
dikombinasikan dengan penggunaan “easy
money policy” (kebijakan uang longgar), agar supaya produksi barang dan
jasa meningkat, kesempatan kerja terbuka dan pengangguran berkurang; dan hasil
akhirnya inflasi kembali normal seperti semula kurang dari 10% pertahun. Dengan
meningkatkan produksi dalam negeri , khususnya produk-produk pertanian akan
mendukung perkembangan sektor produksi yang berbasis pertanian (agroindustry),
dan akan menjadi dasar yang kuat bagi pembangunan ekonomi selanjutnya. Ingat
Amerika Serikat, Jepang, Australia dan New Zealand adalah negara-negara yang
mempunyai sektor pertanian yang tangguh dan tetap tangguh disegala bidang
sampai sekarang. Pengalaman terakhir dinegeri kita juga menunjukan bahwa sektor
pertanian lebih tahan banting dibanding dengan sektor industri; lebih-lebih
sektor pertanian kecil justru akan lebih tahan dan luwes dalam mengalami
goncangan dari pada usaha produksi yang besar-besar.
D. Otonomi Daerah
Otonomi
daerah menurut undang-undang No. 22 Tahun 1999 adalah kewengan daerahuntuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dalam ikatan Negara Kesatuan Rupublik
Indonesia.[2]
Jadi kalau kita ingin merealisasikan adanya otonomi daerah berarti kita ingin
merencanakan dan melaksanakan sendiri apa yang menjadi kepentingan kita
didaerah. Khususnya dikabupaten maupun di kota-kota. Untuk dapat merencakan dan
melaksanakan sendiri apa yang diinginkan daerah, tentu tidak lepas dari aspek
pembiayaanya. Setiap kegiatan pasti memerlukan pembiayaan. Dalam rangka
melaksnakan otonomi daerah di Indonesia, pemerintah pusat telah mengeluarkan
undang-undang dan serangkaian Peratuaran Pemerintahyang mengatur tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Dearah. Perimbangan keuangan
itu dimaksudkan untuk memperkuat keuangan daerah agar dapat melaksanakan
otonomi daerah, serta untuk menjamin pemerataan pembangunan antar daerah.
Banyak
kesalahan interpretasi terhadap pengertian otonomi daerah. Dengan otonomi
daerah dikira lalu daerah merdeka dan bahkan ingin lepas diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Timbul juga pikiran ekstrim bahwadengan otonomi
daerah lalu daerah masing-masing akan menutup diri. Orang yanga berasal luar daerah tertentu tidak akan diperkenankan
untuk mendapatkan pekerjaan atau sumber penghidupan didaerah tersebut. Hanya
orang asli daerah itu saja yang boleh mendapatkan sumber penghidupan didaerah
tersebut. Bahkan ada yang mengatakan bahwa tenaga kerja lulusan dari perguruan
tinggi di Yogyakarta misalnya harus bekerja di Yogyakarta juga dan tidak boleh
dipekerjakan didaerah lain. Ini semua adalah pemikiran yang keliru. Dengan
otonomi daerah justru hubungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain
harus semakin erat dan saling mengisi dan tolong menolong.
Dalam
kehidupan yang modern sekarang ini tidak mungkin suatu daerah akan menutup diri
dan memenuhi semua kebutuhanya dari daerahnya sendiri. Perekonomin daerah itu
bersifat terbuka. Hubungan perdagangan dan komunikasi akan membuka suatu daerah
tertentu dan kebutuhan penduduknya akan dapat saling dipenuhi dengan cara tukar
menukar barang dan jasa. Daerah yang banyak uang tentu akan membeli daerah lain
barang-barang yang tidak tersedia didaerahnya, atau ada namu n yang
kualiatasnya lebih baik. Demikian juga sumberdaya manusia yang memadai tentu
akan dapat menolong daerah lain yang mengalami kekurangan tenaga kerja, baik
tenaga terdidik, tenaga terampil maupun tenaga kasar. Sebaliknya daerah yang
kay akan sumber daya alam, tentu akan memiliki dana yang cukup besar sebagai
dampak dari Undang-Undang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, tentu
dana yang ada akan digunakan semaksimal mungkin demi pembangunan daerahnya.
Kalau daerah tersebu kekurangan tenaga terdidik pasti akan mendatangkan tenaga
terdidik dari daerah lainyang berlebihan untuk membantu daerah tersebut. Oleh
karena itu tetap optimis dengan otonomi daerah, karena dengan model pembangunan
seimbang (balanceed growth) tersebut
semua daerah akan berkembang bersama-sama. Kekurangan didaerah yang satu akan
dipenuhi dengan tersedianya kelebihan didaerah yang lain.
E. Ekonomi Kerakyatan
Pasal 33 ayat 1,
Undang-Undang Dasar 1945, dimana perekonomian Indonesia diatur berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Arti kekeluargaan disini adalah
adanya hubungan yang harmonis antara siapa saja yang terlibat dalam kegiatan
usaha. Hubungan antara buruh dengan majikan harus harmonis saling menghargai.
Majikan memiliki faktor produksi modal dan skill, tetapi tenaga kerja (buruh)
memiliki faktor produksi tenaga kerja dan keterampilan. Mereka itu semua adalah
rakyat. Jadi baik majikan maupun buruh adalah sama-sama rakyat, sehingga yang
dimaksud ekonomi kerakyatan seharusnya adalah ekonomi yang melibatkan semua
pihak baik majikan maupun tenaga kerja.
Dalam
setiap masyarakat, sejak zaman Adam Smith dan Ricardo (1700-an), telah terdapat
kelompok-kelompok pelaksana ekonomi. Menurut David Ricardo dalam perekonomian
terdapat kelompok pemilik tanah, kelompok pemilik kapital, dan kelompok pemilik
tenaga kerja (buruh). Dalam perkembanganya yang dikaitkan dengan pembagian
hasil produksi, pemilik tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik kapital
mendapatkan bunga dan laba, dan buruh mendapatkan upah; dimana pembagian itu
semakin lama semakin menguntungkan pemilik tanah. Bagian pendapatan yang
diperoleh pemilik tanah dalam bentuk sewa tanah semakin tinggi karen tanah
merupakan faktor produksi yang semakin langka. Disisi lain pemilik modal
menerima bagian yang semakin besar pula tetapi dengan laju yang semakin kecil;
dan akhirnya kelompok buruh hanya menerima bagian yang relatif tetap atau
bahkan menurun.
Dengan
berdasarkan analisis pada teori Ricardo tersebut, tampak bahwa peranan pemilik
tanah sangat menentukan kehidupan seseorang, khususnya bagi petani. Di
Indonesia banyak orang yang tidak mempunyai tanah sama sekali (landless) dan hidupnya hanya menjual
tenaga kerjanya. Dan mereka ini terdapat baik sektor pertanian maupun diluar
sektor pertanian.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembangunan
adalah proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang
orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomis.
Otonomi
daerah yang mengandalkan pada perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan sendiri
kegiatan-kegiatan didaerah sangat dimungkinkan untuk memberikan kesejahteraan
yang lebih tinggi kepada warga masyarakat didaerah yang bersangkutan. Otonomi
daerah jangan diartikan sebagai merdeka lepas dari NKRI , tetapi justru dengan
otonomi daerah itu kerjasama antar daerah harus semakin ditingkatkan.
Ekonomi
kerakyatan menuntut adanya kerjasama serta peningkatan semangat gotong royong
antar berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Hubungan majikan-buruh
diganti dengan hubungan antara sesama partner kerja.
peranan
pemilik tanah sangat menentukan kehidupan seseorang, khususnya bagi petani. Di
Indonesia banyak orang yang tidak mempunyai tanah sama sekali (landless) dan hidupnya hanya menjual
tenaga kerjanya. Dan mereka ini terdapat baik sektor pertanian maupun diluar
sektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Suparmoko. 2002.
EKONOMI PUBLIK untuk Keuangan dan
Pembangunan Daerah. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Basri Yuswar
Zainul dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan
Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang. 1999. Jakarta: CV. Eko Jaya.